“Merindukan Kepemimpinan Perempuan” oleh UMMI ACI

Ummi Aci Lasem. Pegiat Perempuan
Fatimah Asri Mutmainnah Pegiat Perempuan dan Disabilitas

Mencermati perhelatan kontestasi politik di Rembang kali ini, kita dikejutkan dengan keputusan Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) yang menggandeng Partai Nasdem dan PDIP juga beberapa partai lainnya mengusung pasangan Mbak Vivit – Gus Umam sebagai calon bupati dan calon wakil bupati Rembang 2024 – 2029.

Topik ini menjadi perbincangan hangat di berbagai grup WA yang selanjutnya memunculkan sebuah pertanyaan apakah Mbak Vivit yang adalah seorang perempuan layak memimpin Rembang?

Tentu saja ini bukan sekedar menjawab layak atau tidak, tetapi ada beberapa catatan menarik yang bisa kita cermati bersama

Pertama, Kepemimpinan perempuan di Lasem – Rembang memiliki sejarah yang cukup panjang. Sebut saja sosok pemimpin perempuan yang telah ada sebelumnya mulai dari Ni Rah Ki yg memimpin kerajaan Tanjung Putri Pandangan Kragan, Ratu Siba yg memimpin kerajaan Pucang Sulo abad 5, Dewi Indu bergelar Bhre Lasem istri Rajasa Wardhana pemimpin kerajaan Lasem pada tahun 1351.

Nyai Ageng Maloka istri Pangeran Wiro Negoro yg memimpin kadipaten Lasem abad 15, hingga Raden Ajeng Kartini yang menjadi pelopor pergerakan perempuan modern dan menginspirasi lahirnya gerakan feminis di Indonesia.

Raden Ajeng Kartini berpulang tahun 1904, artinya 120 tahun sudah, pemimpin perempuan tidak pernah ada lagi di bumi Rembang.

Kedua, Kemunculan pasangan Mbak Vivit – Gus Umam yang menempatkan Mbak Vivit sebagai calon orang nomor satu, sebetulnya menjadi angin segar akan kerinduan hadirnya kembali pemimpin perempuan di Rembang sekaligus menepis anggapan bahwa masyarakat Rembang resisten terhadap kepemimpinan perempuan.

Seperti apa yang telah kita saksikan bersama, pada waktu mendaftar di KPU, pasangan ini diantar oleh sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat berpengaruh di Rembang, terlihat ada Gus Ahfas, Gus Idror Maimun Z, Gus Aziz, Bupati Rembang KH. Abdul Hafidz dan ibu Hasiroh Hafidz dan beberapa tokoh perempuan serta beberapa tokoh dari kalangan nasionalis, setidaknya hal ini menunjukkan Mbak Vivit yang seorang perempuan dari kelompok nasionalis telah mendapat dukungan dari kelompok masyarakat agamis (Pondok pesantren) yang selama ini, kelompok masyarakat agamis ini dianggap akan melakukan penolakan jika perempuan menjadi orang nomor satu di Rembang.

Ketiga, Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah dengan dipilihnya Mbak Vivit sebagai calon orang nomor satu, hanya sekedar menjawab kebutuhan dari situasi politik yang berkembang saat ini, setelah pasangan Pak Harno – Gus Hanies yang didukung beberapa partai besar telah mendeklarasikan sebagai pasangan cabup – cawabup Rembang sebelumnya, sehingga kemudian PPP harus legowo menempatkan kadernya yaitu Gus Umam di posisi kedua?

Tentunya motivasi apapun yang melatarbelakangi, Mbak Vivit harus pandai memanfaatkan kesempatan yang tidak mudah dan tidak murah diberikan kepada seorang perempuan. Maka, menjadi harapan para perempuan bahwa tampilnya Mbak Vivit bukan hanya mewakili atas nama gender, tapi juga mewakili pikiran, perasaan dan semangat perempuan sehingga kelak semuanya mampu diterjemahkan ketika melahirkan kebijakan, program, anggaran yang berpihak bagi perempuan serta penciptaan ruang ruang partisipasi bermakna bagi perempuan.

Pengalaman selama satu periode membersamai ibu Hasiroh Hafidz menjadi ‘Biyung’ bagi masyarakat Rembang, Mbak Vivit mempunyai banyak catatan berharga dalam menemu kenali persoalan persoalan sebenarnya yang ada di masyarakat, khususnya persoalan perempuan dan kelompok masyarakat rentan lainnya, termasuk di dalamnya masyarakat disabilitas.

Di samping itu Gus Umam, Kyai dan aktivis muda, adik dari Gus Baha ini, dengan semangat kemudaannya harus melapisi dengan memperkaya dan memperkuat pemahaman memimpin Rembang yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat agamis.

Keempat, Memang perjuangan ini tidak mudah, berbagai tantangan dan peluang harus dipetakan dan di periksa secara terang benderang, kekuatan apa dan yang bagaimana yang mampu menjadi supporting sistem paling efektif bagi pasangan ini. Tagar “Perempuan mendukung perempuan” harus dimunculkan, menggalang dukungan suara perempuan akan menjadi salah satu kekuatan kunci yang dapat mengantarkan mbak Vivit – Gus Umam pada kursi kepemimpinan tertinggi di Rembang, hingga mampu menambah deretan nama pemimpin perempuan dalam sejarah panjang kepemimpinan perempuan di Rembang.

Kelima, Dalam orasi politik pertamanya di KPU kemarin, mbak Vivit menyebut nama Raden Ajeng Kartini, yang menyiratkan bahwa Takdir membawanya pada sebuah panggilan untuk melanjutkan dan memperjuangkan cita-cita kaum perempuan yang ditorehkan dalam setiap goresan pena R.A. Kartini.

Di penghujung tulisan ini, izin menyampaikan pesan R.A. Kartini untuk Mbak Vivit dan kita semua,

” … Ingin sekali menggunakan gelar tertinggi yaitu hamba Allah. Sekarang hidup menuntut janji itu, tidak ada sesuatu yang terlalu pahit, terlalu berat, dan terlalu keras bagi kami, apabila kami dengan perbuatan itu dapat membantu sedikit pembangunan tugu peringatan yang indah, yaitu kebahagiaan bangsa… “
(Penggalan surat R.A. Kartini kepada nyonya Abendanon, tertanggal 1 Agustus 1904).

Sebuah pesan sarat makna yang dapat menginspirasi di setiap tahapan proses perjalanan Mbak Vivit – Gus Umam untuk dapat sampai memimpin Rembang dengan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya.

Tabik,
Fatimah Asri Mutmainnah
Pegiat Perempuan dan Disabilitas

Exit mobile version